Cerita Pedih TKS di RSUAM Bandarlampung

BANDARLAMPUNG (10/11/2017)  – Dua wanita itu tampak kelelahan. Keduanya mencari tempat duduk untuk istirahat. Mereka baru saja mengikuti unjuk rasa bersama Federasi Serikat Buruh Karya Utama-Konfederasi Serikat Nasional ke Kantor Pemerintah Provinsi pada Kamis, 9 November 2017.

Keduanya juga tampak kehausan. Air mineral yang dibawa sudah habis. Sementara ratusan petugas Satpol PP, yang saat demo menyeringai memagar betis mereka, lagi bagi-bagi nasi bungkus dan minuman.

Pada mulanya, keduanya seperti menolak untuk didekati. Namun akhirnya diperbolehkan mengambil gambar, tetapi dengan syarat harus" diblur". “Kami sudah dicurigai di RSUAM. Bisa jadi, besok sudah dipecat dari sana,” kata salah seorang.

Dua wanita itu pun mulai bercerita tentang nasib mereka selama menjadi  tenaga karyawan sukarela di rumah sakit plat merah itu. Sesekali tampak emosional. Kadang-kadang bicaranya tersendat. Seperti hendak menangis, tetapi ditahan. Yang satu lagi lebih banyak diam, tetapi sering menimpali dengan fakta tambahan.

Mereka sudah belasan tahun kerja di RSUAM. Karena berstatus karyawan sukarela, hanya digaji Rp250 ribu sebulan. Tidak ada biaya pengobatan. Tidak ada transpor. Tidak ada uang makan. Saat Lebaran, penghasilan  bertambah Rp50 ribu menjadi Rp300 ribu.

Status kekaryawanan pun tidak pernah jelas. Yang protes selalu diamati, lalu disingkirkan. Kalau ada pemeriksaan tenaga kerja, mereka disuruh mengganti baju dan dipaksa tidak mengaku bekerja di rumah sakit itu.

Jam kerja sama dengan pegawai negeri sipil. Delapan jam. Telat sedikit, manajemen rumah sakit langsung buat surat peringatan. 

Yang sering membuat hati mereka pedih adalah melihat karyawan baru datang, langsung jadi honorer atau pegawai tetap. Meski tidak memiliki bukti, namun  mereka yakin pegawai itu “titipan” atau membawa “pelicin” untuk diterima.

Anehnya, yang bekerja di bagian-bagian berbahaya, seperti pembersihan tempat-tempat penyakit menular dan bekerja di hari libur seperti Lebaran adalah TKS.

Mengeluh? Tidak ada gunanya di RSUAM. Manajerial rumah sakit itu memiliki jawaban klasik bahwa yang membutuhkan pekerjaan adalah TKS. Selalu sepihak. Direksi di sana tidak menghitung hasil kerja mereka dan mengapa terus mempekerjakan tenaga karyawan sukarela.

Kenapa tidak berhenti? “Sakit rasanya berhenti.  Tidak ada pesangon,” kata wanita itu.

Ya Allah. Begitu zalimnya orang-orang yang menguasai RSUAM.

LIA DAMAYANTI

0 comments:

Posting Komentar