Front Lampung Menggugat mengaku merupakan gabungan dari Gapindo, LCW, GPN, Imanta, Gempar, Amindo, Japri, Konkrit Lampung, HMI Sumbagsel, DPD GPN Lampung Selatan, DPD Gapensa, DPW Gema, dan DPW Kompak.
Hermawan, koordinator unjuk rasa, mengatakan mereka melihat status Hak Guna Usaha PT Sugar Company belum jelas. Pemiliknya, selama ini, kongkalikong dengan eksekutif dan legislatif untuk mengesahkan lahan perkebunan tebu itu.
Mereka juga meminta DPRD meneliti kerugian negara atas pajak PPN gula, etanol, tetes tebu, PPH perusahaan, dan PBB Retribusi air, yang tidak disetor oleh perusahaan tersebut.
Dalam orasi, Front Lampung Menggugat juga menyampaikan keluhan warga yang susah keluar dari lingkungan perusahaan, seperti mengangkut orang meninggal harus meninggalkan KTP di pos sekuriti.
Wakil Ketua DPRD Lampung Patimura, yang menerima para pengunjuk rasa, mengatakan mereka menyerahkan persoalan tersebut kepada pansus, yang diketuai Novi Marzani.
Menurut Patimura, selama ini DPRD memiliki kesan negatif terhadap PT Sugar karena berbagai pihak mempersulit penyelidikan, di antaranya tertutupnya BPN dan tidak bersedianya Bupati Tulangbawang dipanggil dalam rapat.
Ia juga menyoroti keluhan warga yang kesulitan masuk kampung mereka sendiri, padahal lebih dulu ada dibanding perusahaan. Bahkan warga, kini, tidak bisa masuk lahan mereka, karena masuk dalam lahan HGU PT Sugar.
Sedangkan Ketua Pansus Novi Marzani mengherankan sikap para pejabat di Lampung, terutama Gubernur, Bupati Tulangbawang, dan BPN yang tidak pernah hadir dalam undangan pansus. Padahal dalam HGU milik PT Sugar ada juga lahan konservasi yang dikuasai, yang dapat dikenakan unsur pidana karena mendudukinya.
LIA DAMAYANTI
0 comments:
Posting Komentar