Suaminya, Suyatno, juga cuma kuli genteng. Itupun tidak menetap. Karena untuk dapur sering kurang, ia mencari pekerjaan buruh ke mana saja. Tetap tidak bisa menutupi kebutuhan keluarga, karena saat ini harga apa saja terus naik.
Dalam kesederhanaan itu, sekitar tujuh bulan yang lalu, pandangan Turyati mendadak kabur. Wanita berusia 47 tahun tersebut mulai sering salah mengajari murid-muridnya. Karena merasa memiliki kartu BPJS, mereka cek ke dokter. Ternyata tumor sedang menyerang ibu beranak dua itu, di seluruh bagian kepala, terutama mata.
Dengan bekal kartu BPJS kelas tiga mandiri, Turyati dan suaminya pergi ke rumah sakit. Petugas kesehatan di sana memberikan obat. Setelah habis; sudah penglihatan semakin kabur, pendengaran menjadi berkurang. Kini, kalau berbicara, guru mengaji itu keras sekali. “Saya kira suara saya pelan,” katanya.
Mereka berobat lagi. Kali ini ditolak sebuah rumah sakit. Petugas di sana mengatakan kartu BPJS-nya menunggak beberapa bulan. Guru mengaji itu pun pulang.
Wanita itu pernah mencoba pengobatan alternatif, biayanya malah lebih mahal. “Cuma dipencet, diberi minum herbal,” katanya. Ia diminta terus ke sana, “darimana yang bayarnya,”ujarnya.
Ia, kini, tampak pasrah. Matanya sebelah kiri sudah mulai susah melihat.
Ngadiran, kepala Pekon Pandansari Selatan, mengatakan ia akan segera mengajukan bantuan ke Pemerintah Kabupaten. “Tapi kalau ada dermawan yang berkenan langsung ke rumah Turyati, itu lebih cepat membantunya,” katanya.
AMIR HAMZAH
0 comments:
Posting Komentar