Menurut pakar hukum Unila itu, selain harus diaudit secara professional, perusahaan pailit—sebagai alasan mem-PHK 3.500 karyawan—harus diproses di pengadilan. “Auditor professional hanya bisa memberitahukan perusahaan tertentu rugi,” katanya.
Mengenai PHK atas karyawan, Yusdianto mengatakan perusahaan tidak bisa asal memberikan surat. “Kecuali si karyawan mengundurkan diri atau meninggal dunia. Proses PHK harus melewati proses pengadilan,” katanya.
DPRD Lampung mengadakan dengar pendapat dengan Dinas Tenaga Kerja Lampung, perwakilan PT CPP dan CPB, karyawan yang di-PHK pada Senin, 2 April lalu. Di sana, M. Agus Irvandy, pengawas Disnaker, menyatakan PHK atas 3.500 karyawan batal demi hukum karena perusahaan tidak rugi dan pemecatan dilakukan oleh perusahaan lain, PT Wahyuni Mandira, yang berlokasi di Sumatera Selatan.
Abdullah Fadri Auli, anggota komisi V DPRD Lampung, melihat PT CPB dan grupnya main akal-akalan dalam memecat ribuan karyawan. “Apalagi kami dengar, setelah memecat, menerima karyawan yang baru,” katanya.
Yang menyakitkan para karyawan: sebagian PHK dilakukan saat mereka bertugas di luar negeri dan di luar daerah. Ada juga beberapa saat setelah mutasi. 3.500 karyawan dipecat hanya atas perundingan dengan perwakilan serikat pekerja, yang berjumlah delapan orang.
LIA DAMAYANTI
0 comments:
Posting Komentar