Meski peristiwanya terjadi pada Kamis Malam, 30 Mei 2018, luka-luka para santri masih membekas hingga Sabtu, 2 Juni 2018. Para pelajar di sana bahkan menyebutnya sebagai siksaan boneka samsak alias dinilai sebagai sasaran latihan.
DS, salah seorang santri kelas 7, mengatakan sang kakak kelas tidak tanggung-tanggung jika menyiksa. Ada yang kepalanya dibenturkan ke dinding, ditendang ke lemari, dipukul dan ditampar berulang-ulang, dan digebuk di tangga.
Marwan, kepala Pesantren Darul Huffaz mengatakan mereka sudah mengeluarkan siswa, yang disebut sebagai kakak kelas oleh para santri di sana. Hukuman seperti itu, menurutnya, sudah cukup bagi sekolah tersebut.
Bagaimana bisa 10 siswa dihajar? “Luput dari pengawasan. Namanya kami juga manusia,” katanya.
Dalam laman www.ppdh.ponpes.id, Pesantren Darul Huffaz memungut santri barunya Rp16 juta untuk bisa bersekolah. Pesantren tersebut disebutkan memiliki CCTV pada 50 titik, Satpam 24 jam, dan layanan kesehatan. Namun ketika ditemui luka para santri belum ada yang mengobati.
IWANSYAH
10 komentar
lagi pula g mungkin kan ngawasin pelajarnya 24 jam,butuh makan dll
�� juga punya keluarga:v .emangnya anda bisa? sedangkan security tidak sepenuhnya ke asrama
cctv 24 jam juga tidak berpengaruh jika tidak ada yg stand by depan monitor..
kenapa harus bawa2 nama pesantren?
anda kesal/mempunyai dendam?
Anak2 pondok.bisa lebih disiplin karena pembelajaran yang seperti itu..
Anak2 pondok.bisa lebih disiplin karena pembelajaran yang seperti itu..