Kapolda Lampung mengatakan, berdasarkan laporan BMKG dan pos pemantau di Desa Hargo Pancuran, Rajabasa, Lampung Selatan, erupsi Anak Krakatau masih normal. Pada Selasa, 17 Juli, letusan terus berlangsung ratusan kali, dengan durasi 20-279 detik dan dominan tremor 20 mm.
Meski demikian, Irjen Pol Suntana mengatakan bencana alam tidak bisa ditebak. Itu sebabnya bersama jajaran Polres dan Desa Sebesi, ia mengecek persiapan evakuasi jika erupsi memasuki wilayah Lampung Selatan. “Termasuk kesiapan kapal untuk mengungsikan warga,” katanya.
Kapolda mengatakan ia telah menginstruksikan penempatan khusus personal Polda Lampung di Pulau Sebesi. Petugas tersebut menambah personal Polsek, yang memantau situasi di sekitarnya, dengan sistem berkeliling selama ini.
Anak Krakatau tercipta dari eksplosif pulau Abu. Kalderanya dibentuk letusan pada tahun 1883, yang debunya melambung sampai Eropa. Dengan boiler 813 m dan lebar 189 m, gunung berapi di Selat Sunda itu selalu mengamuk dari Tahun 1530, 1680-81, 1684, dan puncaknya pada Tahun 1883.
Anak Krakatau aktif sejak Tahun 1927-30 dan terus menerus membuat letusan dari 1931 hingga 2018, kecuali pada Tahun 1948, 1951, 1954, 1961, 1964, 1970, 1976-77, 1982-1987, 1990-1991, dan 2002-2006,.
Dalam dua pekan terakhir, dari seberang Sumatera, di Anyer dan Labuan, letusan Anak Gunung Krakatau sering terdengar pada sore hingga pagi hari. Banyak wisatawan yang menuju pulau itu untuk mengabadikan letusannya.
GELLY
0 comments:
Posting Komentar