Wanita berusia lanjut itu kredit Daihatsu Grand Max warna hitam BE 9158 RE ke ACC. Uang muka Rp15 juta, cicilan Rp2,8 juta. Sudah dicicil 15 bulan.
Agustus 2017 yang lalu, Siti Juleha memutuskan mengembalikan mobil ke ACC. Ia minta saran dari Imam Khudali, kepala Desa Paguyuban, Way Lima, Pesawaran. Sang kades siap membantu. Bahkan menyarankan over kredit kepada orang lain.
Siti Juleha pun menitipkan mobilnya kepada kepala desa. Ia bahkan meminta tolong membayarkan cicilan untuk satu bulan. Kades menyanggupi. Malah mengatakan dirinya yang akan over kredit, untuk keperluan desa.
Tadinya, jika orang lain yang over kredit, Siti Juleha meminta kembalian DP Rp25 juta. Namun karena untuk keperluan desa, ia sepakat cukup dibayar Rp16 juta.
Sebulan dua bulan, Siti Juleha mulai curiga karena nama kreditur di ACC belum diganti. Kades mengatakan ia over kredit lagi kepada orang lain. Grand Max dipakai untuk mengangkut sayur dari Gedongtataan ke Pringsewu.
Di Januari 2019, Siti Juleha panik. ACC, tempat ia kredit, mencarinya. Daihatsu Grand Max dinyatakan hilang.
Siti Juleha mulai menyadari dahsyatnya efek riba, terutama ke lembaga peminjaman seperti ACC. Tapi ia sudah terlanjur. Saat ia sadar berhenti, eh, kepala desa yang ia anggap sebagai “orang tua” malah membohonginya.
Imam Khudali, sang kades, mengatakan posisi mobil saat ini di Simpang Pematang (bukan di Pringsewu). Ia ngotot DP kendaraan sudah dikembalikan ACC. “Tapi kenapa Siti Juleha dicari-cari?” pria itu selalu punya jawaban, meski terbata-bata.
IWANSYAH
0 comments:
Posting Komentar