Letusan Krakatau dan Tsunami Tanpa Warning Pemerintah

BANDARLAMPUNG (3/1/2018) – Tsunami Selat Sunda tanpa warning, BMKG dan PVMBG mengetahui, tetapi tidak memberi sinyal kepada masyarakat. Hingga Kamis, 3 Januari 2018,  sudah 437 warga meninggal (118 Lampung), 11.459 luka (6.379 Lampung), 10 hilang (7 Lampung), 36.923 mengungsi (7.868 Lampung).

Lili Somali, PMG Penyelia BMKG Kotabumi, Lampung Utara mengatakan peralatan mereka mencatat letusan Gunung Anak Krakatau. Namun karena gunung berapi wewenang PVMBG, mereka tidak berani mengekspos.

Demikian juga Sugiyono, Kepala BMKG Maritim Lampung. Pihaknya malah sudah mengkhawatirkan longsoran sejak lama, karena Anak Krakatau meletus sejak 27 Mei 2018. “Tinggi gunung sekarang merosot dari 384 Mdl menjadi 110 Mdl,” katanya.

Suwarno, pengamat  Anak Krakatau di Hargo Pacuran, Lampung Selatan, mengatakan mereka mengetahui  gunung legenda itu erupsi berulang kali pada Sabtu malam, 22 Desember 2018. “Setelah itu mati lampu. Terdengar suara air (tsunami),” katanya.

Suwarno mengatakan sejak Mei 2018, mereka hanya mengandalkan mata mengamati Gunung Anak Krakatau. Alat pendeteksi di gunung legenda itu tertimbun. Peralatan pemantau di Hargo Pancuran terkena petir. “Dalam sekali 6 jam, kita dapat laporan seismik dari Banten,” katanya.

Kepala BMKG Maritim Lampung Sugiyono mengatakan Kementerian ESDM, yang bertugas mengawasi gunung berapi di Indonesia, harus berbenah. Apalagi, dalam pemantauan udara Rabu, 2 Januari 2018,  pihaknya menemukan  2 patahan baru di Anak Krakatau. “Kita harus lebih waspada,” katanya.

GELLY, ADI SUSANTO, DAN JUHARSA ISKANDAR

0 comments:

Posting Komentar