Pria itu bernama Rudiansyah, warga Pulau Sebesi sebelah Barat, yang langsung berhadapan dengan gunung Anak Krakatau. Orang-orang menyebutnya kawasan Seng. Saat tsunami Sabtu Malam, 22 Desember 2018, tinggi ombak di sana belasan meter.
Hampir seluruh rumah rata dengan tanah atau rusak berat di kawasan itu. Warga selamat karena melihat air laut surut, dan buru-buru naik ke atas gunung. “Dengar letusan Anak Kratakau sudah biasa. Tak menyangka menimbulkan tsunami pada malam itu,” ujar pria berusia 36 tahun itu.
Yang membuat nelayan asal Rajabasa itu termenung setiap hari karena puteri semata wayangnya belum diketahui jasadnya hingga, Rabu 9 Januari 2019. Kalau ternyata sudah tiada, gadis berusia 5 tahun itu, satu-satunya korban meninggal dari 2.800-an warga Pulau Sebesi.
Meskipun belum bisa shalat dengan sempurna, Rudiansyah meminta Allah menunjukkan keberadaan puterinya. “Saya juga menyampaikan doa itu selesai mengaji,” katanya.
Yang membuat ia sedih, ia tidak bisa mencari sendiri puterinya. Ia belum bisa berjalan karena luka di kaki. Paramedis menyebutnya terlambat berobat. Ia dan isterinya dievakuasi tiga hari setelah tsunami, karena tidak ada perahu yang menyeberangkan mereka ke Pelabuhan Canti.
Rudiansyah mengaku sudah dianjurkan dokter pulang dan berobat rawat jalan. Tetapi ia masih bingung ke mana. Rumah sudah hancur. Satu-satunya anak, mungkin, sudah tiada.
GELLY
0 comments:
Posting Komentar