Meskipun sesama pencari ikan track Gunung Krakatau, warga Dusun 1 Pangkul, Sukaraja, Rajabasa, Lampung Selatan itu berbeda keahlian dari yang lain. Roni pemasang jaring, lainnya pemancing kawil. Itu sebabnya 15 nelayan tersebut terpisah. Sebagian di Krakatau, Sertung, dan sebagian lagi antara kedua pulau itu.
Roni tidak melihat letusan Anak Krakatau. Pukul 20.00 Sabtu malam, 22 Desember 2018, jaringnya dibanjiri berton-ton ikan. “Biasanya dalam tiga hari hanya dapat 60 kg,” katanya.
Pria berusia 34 tahun itu tidak melihat tanda apa pun saat tiba di sekitar Krakatau Jumat, 21 Desember. Namun menjelang Isya, ia menarik jangkar, memutuskan pulang, karena melihat tremor Gunung Anak Krakatau tidak seperti biasanya. “Banyak kilat menyambar,” ujarnya.
Saat menarik jangkar itulah, perahunya terangkat ke atas. Karena bulan purnama, ia melihat Pulau Sertung lenyap. Pria beranak satu itu memperkirakan tinggi tsunami 25 meter. “Tinggi cemara di sana (Pulau Sertung) 20 meter, air laut di atas pohon,” katanya.
Tsunami pertama membenamkan mereka ke dasar laut. Hanya dalam jarak beberapa menit, tsunami kedua muncul, mengangkat tubuhnya ke atas, dan mencampakkannya lagi ke dalam Selat Sunda. “Setelah itu air laut surut. Kita berjalan di dasar laut. Ikan ada di mana-mana,” ujarnya.
Roni menghitung empat kali tsunami saat itu. Kali keempat, saat air laut surut, mereka berlari ke daratan Pulau Sertung. Karena takut ombak datang lagi, ia naik ke atas pohon cemara, mengikat tubuh, dan bertahan di sana sampai Minggu Pagi, 23 Desember 2018.
Ia dan tiga temannya: Jumroni, Sahiri, dan Ahmad Hafid, berada di Pulau Sertung 5 hari 5 malam. Karena tidak ada yang menolong, Roni mengajak berenang dengan rakit ke Pulau Sebesi, yang biasa mereka tempuh dengan perahu 2 jam atau berenang sehari semalam.
Mereka dua pasang. Ia dengan Jumroni. Sahiri dengan Ahmad. Baru di Pulau Sebesi ia mengetahui Ahmad Hafid tertinggal sejam di belakang dan belum ketahuan rimbanya. “Sahiri menangis dan memeluk saya menceritakannya,” ujarnya.
Roni, Jumroni, dan Sahiri dievakuasi Sabtu, 29 Desember 2018. Hingga Sabtu, 5 Januari 2019, mereka masih mengharapkan kabar dari 7 nelayan Sukaraja yang lain. Dari 15 pencari ikan ke Gunung Anak Krakatau: 7 pulang, 1 meninggal, 7 hilang.
DEDI KAPRIYANTO
BACA JUGA:
0 comments:
Posting Komentar