Curhat Alay saat Jadi Penghuni Penjara Lampung Lagi

BANDARLAMPUNG (8/2/2019) – Sugiharto Wiharjo belum berubah. Ia masih Alay seperti dulu. Ngobrol masih dengan goyang kaki. Ceplas-ceplos. Menjawab dengan datar. Menelaah dengan cepat. Tetap bisa konsentrasi dengan banyak pertanyaan.

Meski lebih lama di Lapas Way Hui, Alay seperti sudah akrab dengan petugas di Lapas Rajabasa. Saat pemeriksaan di registrasi, cek kesehatan, dan memakai kaos, staf di sana memanggilnya Om Alay dan Om Lay.

Setelah hampir setengah jam di Lapas Rajabasa, Alay akhirnya berbicara, Jumat Sore, 8 Februari 2019. Ia tidak menerima disebut buron. “Hukuman lima tahun saya selesai saat kasasi jaksa di Mahkamah Agung keluar,” ujarnya.

Pria berusia 65 tahun itu keluar dari Lampung karena merasa tidak diterima lagi oleh koleganya di Lampung. Ia membantah ke luar negeri. Hanya berputar-putar di Jawa Timur.  Alay Juga membantah memakai identitas lain. “Oei Hok Gie itu nama kelahiran saya. KTP saya mati. Perlu membuat KTP di Malang,” ujarnya.

Dengan modal KTP Malang itulah ia memboyong keluarganya. “Sekeluarga pindah. Saya di  Lampung gak diterima dan malu,” ujarnya.

Alay merasa sudah menjalani hukuman lima tahun dari 2009 hingga 2014, saat  putusan banding Mahkamah Agung turun pada Tahun 2014. Ia menganggap jaksa mensplit perkaranya. Karena ada kerugian negara, keluar keputusan 18 tahun dari MA.

Menurut Alay, ia menjadi buron untuk menjalani 18 tahun penjara dan ganti rugi Rp106 miliar. Ia lalu menotalnya, akan menjalani hukuman 25 tahun. “5 tahun sudah… 20 tahun lagi umur saya 86. Saya berakhir (meninggal) di sini,” katanya.

Setelah menjalani registrasi dan cek kesehatan, Alay dibawa petugas ke dalam sel. Begitu masuk ke dalam, ia tampak melongok ke kiri dan kanan. Banyak koruptor penghuni lapas itu yang kenal dan akrab dengannya.

DEDI KAPRIYANTO

0 comments:

Posting Komentar