Di halaman, seorang gadis cilik berusia 13 tahun sedang menjemur jagung tetangga. Tidak terlalu banyak. Tetapi dari situlah ia memperoleh beras untuk makanannya sehari-hari, adiknya yang berusia 8 tahun, dan ayahnya yang terkapar.
Serli Anista, gadis cilik itu, begitu tegar. Siang itu, Minggu 24 Februari 2019, sambil menunggu jagung kering di halaman, ia memasak nasi. Lauk mereka hanya kacang panjang, yang dipetik dari pematang sawah tetangga. Direbus tanpa garam.
Siswa SMP kelas I itu juga tegar ketika menyuapi bapaknya makan. Beberapa sendok nasi dan lima helai kacang panjang habis dilahap Rustam, pria berusia 45 tahun, yang sudah tidak bisa berdiri karena penyakit kulit di sekujur tubuhnya.
Namun, sang gadis cilik itu menangis ketika ditanya ibunya ke mana. “Pergi nggak tau ke mana,” katanya. Air matanya menetes satu per satu. Agak lama baru bisa diajak bicara kembali.
Tinggal di Desa Negeri Campang jaya, Sungkai Tengah, Lampung Utara, Serli sudah menjadi seperti kepala keluarga bagi bapaknya yang tak berdaya dan adiknya, Rikaldo Saputra, yang masih duduk di kelas II SD.
Sejak ditinggal ibu 6 tahun yang lalu, gadis cilik itu mengatakan mereka masih bisa sekolah dan makan, meski umumnya pemberian keluarga dan tetangga.
Yang ia sedihkan, mereka bertiga seperti dikucilkan karena keluarga dan warga menganggap penyakit bapaknya kusta.
Ini diakui M. Slamet, salah seorang tetangga. “Kami tetap membantu ala kadarnya, tetapi warga mengasingkan mereka karena penyakit ayahnya,” katanya.
Apa harapan Serli saat ini? “Saya ingin ibu pulang,” jawab anak SMP kelas I itu. Ia menangis lagi. Kali ini sejadi-jadinya. Nyaris tanpa suara.
ADI SUSANTO
0 comments:
Posting Komentar