Tempat tersebut berjarak hanya 1 kilometer dari ibukota Pesisir Barat, Krui. Setelah tiba di Pahmongan berjalan kaki sekitar 20 menit. Alam liar masih menyelimuti semua permukaan goa. Turun hingga dasar goa berjarak 10 meter kemudian menatap bagian dalamnya, pengunjung akan bergumam kagum.
Firnando, warga setempat menuturkan, Sabtu, 9 Februari 2019, di waktu tertentu biasanya ada suara anak laki-laki dari dalam goa seperti ingin berkomunikasi dengan pengunjung yang datang. "Hanya di waktu tertentu, sepertinya ingin menegur tapi tidak bisa karena beda alam," katanya.
Semua itu, kata dia, tidak menjadi masalah besar bagi yang ingin menikmati keindahan goa yang pernah digunakan penjajah Belanda ratusan tahun lalu. "Kita akan banyak menemukan keindahan jika menyusuri goa. Sayangnya, anugrah terindah ini belum dapat perhatian dari pemerintah," tutur dia.
Ia mengatakan, puluhan tahun lalu masyarakat setempat bertumpu hidupnya dari Goa Buyung karena penghasil sarang burung walet. Tapi, kian hari komoditasnya tidak laku lagi sehingga ditinggalkan hingga tak terawat seperti saat ini.
Andai, kata Firnando, ada yang mau menggarapnya tentunya akan banyak keindahan alam lain yang terungkap. "Pasti banyak karena goa ini juga sumber mata air utama warga pekon. Kami berharap pemerintah tergugah
YUAN ANDESTA
0 comments:
Posting Komentar