pTzHC95kDouQYrsREyhoYFkgZJIas4EQAFJtLwOS
Bookmark

Anak Cukup SD bagi Pemetik Kopi Ulubelu, Tanggamus

ULUBELU (27/6/2019) – Di mata Mbah Google, kata Ulubelu, Tanggamus,  seperti negeri gemah ripah loh jinawi. Ada Pertamina dengan potensi gas, ada pertambangan emas, dan perkebunan kopi yang terhampar luas.

Namun bagi Matbasir, warga Pekon Tanjungbaru, Ulubelu menjadi kisah kemiskinan hingga usianya mencapai 54 tahun. Tinggal di sana sejak Tahun 1994, ia tidak memiliki lahan sejengkal pun, anak pertamanya malah cukup SD agar dapat membantunya menjadi pemetik kopi.

Rumahnya terbuat dari geribik berukuran 4 x 4, lantai masih dari tanah, dapur di luar, tidak ada listrik, tak juga tampak MCK. Namun di sanalah ia memiliki seorang isteri dan tiga anak, yang harus  berkehidupan.

Ia meminta anaknya cukup sampai SD karena upah yang diperoleh dari pemetik kopi tidak menentu. “Kalau lagi musim, dapat Rp50 ribu, tapi kalau tidak, harus “ngorek”, upah tidak cukup untuk berempat,” ujarnya.

Dapat batuan raskin dan PKH? “Tidak sama sekali,” ujar Matbasir. 

Meski sudah terdata sebagai warga sejak Tahun 1994, anak-anaknya juga hanya dapat bantuan saat  kelas 1 SD. “Dari kelas 2 dan 3 tidak ada lagi,” ujarnya.

Kepala Pekon Tanjung Baru Juni mengakui keluarga miskin itu tidak dapat bantuan apa pun. Tidak terdata untuk raskin. "PKH bukan urusan kepala pekon,” ujarnya.

DEDI KAPRIYANTO

Posting Komentar

Posting Komentar

-->