Warga Lampung Selatan, yang diwakili Forum Masyarakat Lampung Selatan dan Aliansi Masyarakat Kecamatan Rajabasa, menyatakan hal itu, Senin 16 Desember 2019, saat unjuk rasa dan berdialog dengan Komisi 2 dan 3 DPRD Lampung.
Menurut Wakil Forlas Yandi Efendi dan Jauhari, warga dan para tetua di pesisir Lampung Selatan mengamati letusan gunung Anak Krakatau dari hari ke hari. Pada malam itu, letusan tidak terlalu berbahaya. Setelah itu muncul tsunami, yang belakangan disebut disebabkan longsor.
Ketua Komisi II DPRD Lampung Wahrul Fauzi Silalahi mengatakan warga dan LSM, terutama Walhi, sudah menentang pertambangan pasir di sekitar Krakatau sejak Tahun 2008, namun izinnya tetap diberikan Pemerintah Provinsi pada Tahun 2015.
Para wakil Forlas juga mengherankan kecongkakan Kepala Dinas ESDM yang terus menyebutkan PT LIP berhak menambang karena masih memiliki izin, padahal sudah diprotes warga sejak lama dan tidak sesuai dengan Perda Tata Ruang Lampung.
Wakil Ketua Komisi 3 DPRD Provinsi Lampung Raden Muhammad Ismail melihat aspirasi warga Lampung Selatan harus segera ditanggapi Pemerintah Provinsi, dengan menyetop pertambangan dan dan tidak memberikan izin lagi kepada PT LIP, karena izinnya habis Maret 2020 mendatang.
JUHARSA ISKANDAR
0 comments:
Posting Komentar