Pemkot Bandarlampung membangun Pasar Smep melalui APBD 2019 sebesar Rp45 miliar. Proses pembangunan sempat telantar 16 tahun. Pasar tiga lantai menampung sekitar 500 pedagang. Namun, pasar sepi mirip kuburan sejak beroperasi Oktober 2021 hingga sekarang.
Sekitar 500 pedagang enggan menempati kios dan lapak. Padahal, tempat penampungan sementara di Jalan Bukit Tinggi dan Jalan Batusangkar sudah lama dibongkar. Pedagang pindah membuka lapak di Jalan Imam Bonjol dan Jalan Pisang Pasir Gintung. Sebagian malah berhenti dagang sama sekali sejak lama.
Sisa pedagang dari lantai 1 sampai lantai 3 Pasar Smep tidak lebih dari hitungan jari. Keengganan pedagang menempati kios dan lapak otomatis pembeli pun menjauh. Konsumen lebih mudah dan praktis belanja di pinggir jalan.
Satu dua pedagang sembako dan ayam membuka lapak dan kios setiap hari tetapi dengan ujian kesabaran. Mereka hanya menuggu kedatangan pelanggan setia pagi hari. Selepas pukul 09.00 WIB hingga sore tidak ada pembeli sama sekali.
Nasib sisa pedagang Pasar Smep sungguh mengenaskan. Omzet seharian cuma Rp20.000 hingga Rp50.000. Bukan sekali atau dua kali malah tidak melayani pembeli sama sekali.
Penjual sembako, Diono, mengaku kecewa kepada Wali Kota Eva Dwiana karena tidak memperhatikan nasib pedagang. Pemerintah sudah membangun pasar dengan anggaran besar tetapi tidak menertibkan pedagang di jalanan. Selama pedagang tidak dikembalikan ke Pasar Smep maka suasana tetap sepi seperti kuburan.
Pedagang ayam, Sahroni, maunya juga berdagang di bahu Jalan Imam Bonjol atau Jalan Pisang Pasir Gintung. Namun, kedua lokasi sudah berjubel dan tidak menyisakan tempat lagi.
DANDI SUCIPTO
0 comments:
Posting Komentar