Namun Pardasuka sudah terkenal sejak Tahun 1800 dan termaktub dalam Keresidenan Belanda pada 5 Mei 1887. Warga di sini kumpulan warga adat Sai Batin Marga Way Lima, yang berada di bawah kepemimpinan Pesikhah.
Namun, mekar di bawah Lampung Selatan dan Pringsewu, nasib petani di sini masih seperti tempo dulu. Mereka masih memakai arit untuk memanen padi, lalu memisahkan bulir dari tangkai dengan memukulkannya ke atas papan gepyok.
Dengan tenaga manusia, hasil mengarit dan gepyokan maksimal hanya satu setengah kuintal sehari. Kalau mendadak ada keperluan atau hujan datang, gabah ditinggal begitu saja, ditutupi dengan terpal, dan siap-siap mengeringkannya lebih lama.
Hasilnya jauh dengan combine harvester, yang bisa memotong satu hektare tanaman padi dalam waktu 3 jam atau dengan kerja 9 jam, bisa menghasilan 270 kuintal gabah dalam sehari.
Wiyono, salah seorang petani, yang sedang mengarit di Dusun Kubu Banir, Pekon Pardasuka, Pringsewu, Rabu, 12 Oktober 2022, mengatakan cara memanen padi mempertahankan tradisi lama karena mereka tidak akan mampu membeli combine harvester.
Kasiyah, petani lain yang sedang gepyokan, mengatakan mereka tidak bermimpi menjadi petani modern karena modalnya tidak sesuai dengan biaya produksi dan harga jual gabah.
Sodriyono, Ketua Kelompok Tani Karya Agung Kubu Banir, mengatakan setidaknya 80 petani di dusunnya masih panen tradisional, karena tidak pernah mendapat bantuan hand tractor atau combine harvester.
Seperti kata Wiyono dan Kasiyah, Sodriyono mengatakan petani tidak mungkin membeli hand tractor dan combine harvester, jika tidak dibantu oleh Pemerintah.
PIYAN AGUNG
0 comments:
Posting Komentar